Friday, November 21, 2014

Puisi-Puisi Roby Satria

Aku Adalah Kertas

Aku adalah kertas
Jadikanlah perahu, seperti kekanankmu dulu
Naikkan segala kata di atasnya
Seperti nuh yang membawa segala nyawa
Layarkanlah pada tempat yang tak sependek kalimat
Kemudian di paragraf sana biar aku yang merapungkannya.

Padang, 2014

Layangan

layangangku bisa saja seperti layangan lainnya
terbang di langit yang tak sebesar rumpun bambu.
dekat diulur jauh dijujut
tapi semenjak angin berkepusu binal
ia layangan pandai memintal
dan meliuk liar sebelum akhirnya tersangkut
pada pucuk pinang.

layanganku tak lagi biasa sekarang.
sebab dijangkau tak sampai tangan
menjuluk pun penggalah sayup,
meski berjinjit kaki Marie Taglioni.
namun, malang sungguh malang
ia layangan pandai bersantai dengan ekor melambai.
seakan tak tahu kekanakku tersangkut bersamanya.

Padang, 2014

Mimpi

mimpi tak pernah lelah datang dalam tidurmu.
tak pernah kehabisan cerita.
jika dilukiskan,
daratan dan apa saja yang luas habis jadi kanvas
dan segala yang cair jadi pewarna.
kemudian, apapun yang berujung jadi kuas.
tiada pernah bakal tahu dengan cukup
yang akan ia pajang di balik dengkurmu
yang serupa kucing makan tulang.

setelah kau terjaga, akibat muka ditimpa cahaya
yang mengusir malam lewat fentilasi jendela,
bakal kau dapatkan ingatan tentang mimpi
- mengapa kau tak jadikan aku nyata?

Padang, 2014

Sajak Beruk

atas semua kelapa yang telaj jatuh
aku susun jari yang sepuluh.
"terima kasih" batinku.
pada tali yang mengekang sigapaimu.
dan sesemak terdekat yang kurengkuh
sebagai penghalaumu.
memang menampak taringku
sebab aku tak mau kau panjat kelapa orang.

Padang, 2014

Ke Payakumbuh

antara Lubuak Aluang dan Sicincin
jalan berlubang berkundang-kundang debu
seakan kuda-kuda baru siap berpacu.
menambah sesak akan rindu
yang dibentangkan jarak.

sampai di Silaiang, aku mendaki mengurai kisah
yang berkelindan di muara Pantai Padang.
ingatkah disana, sayang? di bawah tenda
kita secangkang kura-kura
yang menganggap senja sebagai musuh.
menggelikan sekali bukan?

lalu di Koto Baru setelah Padang Panjang,
aku jalan setengah patah
yang muka hilang bertambah kebelakang.
merah mata melulung
dengar cerita bawang merah, seledri, dan bumbu-bumbu saji
yang sunyi ditinggal petani.
sebab tak ada lagi yang bakal marah-marah
saat rumput liar berziarah.

sekarang baru sampai Baso.
jangan takut, aku tak membeli kain seken di Bukittinggi.
sebab benang yang kau sulam
masih melingkar di tunuhku
hangat sekali.
buat mataku seperti ayam gadis bertelur,
lekas aku terpekur,

aku ke Payakumbuh, sayang.
sepanjang jalan tak satu sumpah terlangkah
juga janji yang tercecer menuju kemari,
ke kampungku,
ke air jernih ini,
bakal aku sucikan cinta kita.

Padang, 2014

Kopi

aku ingin tidur lagi ketika kopi jalang
sebab tubuhmu membayang di dalamnya

aku ingin memelukmu saat kopi disesap
sebab tak ada gelendang pada lidah

aku ingin menumpahkannya
kopi tak punya rasa
ingatan yang tak mungkin dijumpa
tapi bagaimana bisa sebab baru saja terhidang

Padang, 2014

Sajak Tali Sepatu

sebelum kau diperadukan
sebagai sebuah tali sepatu
yang memegang erat huku pertalian - ikat mengikat
telah begitu banyak rahasia lubang yang kita lalui
maka sebelum ikat yang membikin kita lekat
aku memilih bunuh diri diinjak tapak
sebab, bukankah ular perlu lapar untuk tidur
atau rayap butuh sayap untuk terbang menjalang kematian

Padang, 2014

Makan Malam

malam seluas meja
bulan menjelma piring
seperti seorang kekasih
kita saling manja
makan malam bersama
saling menyuap cahaya

Padang, 2014

*Terbit di Singgalang, Minggu 23 November 2014

0 comments:

Post a Comment