Tuesday, November 18, 2014

Kado Hari Minggu

Cerpen Oktelia Afdal


Aku membuka jendela. Kulihat bingkisan di atas batu labrik yang dionggok di bawah jendela.
Aku lupakan sementara bingkisan itu. Aku rapikan kasur dan selimut. Sembari melipat selimut, aku bingung dan mulai merasa aneh.
Kalau diletakkan di bawah jendela kamarku, sudah jelas bingkisan itu ditujukan kepadaku” begitu pikirku.
Setelah itu, aku segera mandi dan bersiap-siap mengantarkan kue buatan Ibu ke warung-warung. Sebelum berangkat, aku mendapati pita merah jambu di keranjang sepeda. Barangkali hari ini aku diteror. Mulai dari bingkisan di bawah jendelaku, ditambah dengan pita merah jambu pada sepedaku. Karena hal itu, aku mencari Ibu ke dalam kamarnya. Ibu tak ada. Aku cari ke dapur, Masih tak aku temui. Lalu aku memanggil Ibu, berputar-putar mulai dari depan rumah sampai kebun belakang tempat Ibu biasanya menanam tumbuhan obat-obatan.
Ibu nongol dari arah belakang kebun. Entah apa yang dicari Ibu dari sana. Aku tak hiraukan itu. Aku langsung saja bertanya tentang bingkisan di bawah jendela dan pita di keranjang sepeda. Ternyata ibu juga tak mengetahuinya.
Aku kembali ke kamar. Aku lihat lagi bingkisan itu. Rasa penasaranku makin menjadi-jadi. Beberapa pertanyaan mulai terpikir olehku. Aku segera keluar dari kamar dan mengambil bingkisan itu. Ringan sekali, Seperti tidak berisi. Aku sobek pembungkus luar bingkisan itu. Ternyata masih ada lagi bungkus keduanya dengan kertas minyak bewarna hitam. Aku tetap ingin membukanya. Setelah aku buka bungkus hitam itu, aku melihat bingkisan itu dari kardus. Aku sobek saja perekat kardus, Aku menemukan selembar kertas yang ditulis “AKU”. Lalu membawanya masuk ke dalam kamar.
Mungkin saat itu wajahku pucat pasi. Merasa seakan sedang bermain di filem horor. Aku biarkan saja kertas itu di atas kasur. Lalu kubuang pembungkus bingkisan itu keluar kamar.
***
“Nana... Bangun, nak.. Ini hari minggu. Kau lupa mengantarkan kue Ibu ke warung-warung?”
Aku bersiap-siap mengantarkan kue ke warung-warung. Aku berangkat mengantarkan kue-kue Ibu dengan sepeda. Di warung terakhir tempat aku menitipkan kue-kue, Aku melihat bungkus kado yang persis sama dengan pembungkus kado bingkisan di bawah jendela. Lama sekali aku menatapnya.
Aku pulang sambil bertanya-tanya dalam hati, ‘Mana mungkin bingkisan itu datang dari warga penghujung di kampungku. Kalaupun mungkin, aku tak mengenal satupun pemuda di sana. Teman, aku tak punya teman daerah dekat-dekat sana. Sudahlah, aku capek sekali’. Aku mengayuh kencang sepeda agar cepat sampai di rumah.
Di, rumah aku dapati Ibu sedang memasak ayam kuah kecap makanan kesukaanku. Sampai di rumah, aku langsung makan di depan TV. Aku melihat ada bingkisan di bawah tempat TV. Aku taruh piring nasi di lantai. Aku ambil bingkisan itu.
“Bingkisan itu ibu temukan di tadi di depan pintu” Sahut Ibu yang tiba-tiba lewat sambil membawa jemuran kain ke dalam rumah.
“Depan pintu? Kapan Bu? Siapa lagi orang yang mengirim ini?” Ibu hanya menggeleng dan senyum simpul saja. Ayam kuah kecap kesukaanku terlupakan. Akhirnya dimakan kucing. Aku tetap saja memegang bingkisan itu. Aku buka bingkisan itu.. Kembali aku temui kertas putih yang bertuliskan satu kata “KAMU”. Mataku tak berkedip sama sekali. Degup jantungku berdebar-debar. Panas dingin meradang di tubuhku.
Aku masuk ke dalam kamar. Samar-samar mataku melihat langit-langit kamar. Aku teringat seorang penyair yang hilang di masa aku SMA. Setelah ku rangkai kertas itu, hujan di mataku tak kunjung reda. Hingga menghanyutkan aku pada sebuah kenangan. Aku ingat benar ia pernah berkata,Kelak, AKU KAMU adalah judul puisiku untukmu pada suatu hari di hari minggu”. *


Labor Penulisan Kreatif, 2014

Tentang Penulis :
Oktelia Afdal, mahasiswi jurusan Sastra Indonesia, Universitas Andalas.

0 comments:

Post a Comment